MINAHASA (Trendingnews.web.id) – Sebagai kampus penghasil tenaga kependidikan, Unima kini menyandang status darurat kekerasan seksual.
Hal tersebut dikarenakan banyaknya kasus kekerasan seksual yang masih sering terjadi.
Belum lama ini seorang oknum guru besar di Fakultas Teknik (FT) Unima melakukan aksi kekerasan seksual pada seorang mahasiswi.
Kasus ini kemudian dilaporkan kepada satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) Unima.
Menanggapi hal itu, Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) melaukan demonstrasi memprotes sang guru besar.
KBM pun mendesak pimpinan Unima memecat dosen tersebut karena dinilai tidak mencerminkan tindakan seorang akademisi.
Koordinator lapangan, Fridolin Lalogirot menyebutkan pihaknya mendesak agar kasus tersebut segera diselesaikan.
“Kami mau kasus ini diproses secepat mungkin, karena sudah sebulan lebih tidak ada perkembangan,” tegasnya saat diwawancarai, Kamis (23/10/2025).
“Korban sampai sekarang masih tertekan secara mental hingga berakibat pada terganggunya proses akademik yang ia jalani,” imbuhnya.
Ia menuturkan, KBM Unima berupaya mencegah agar kasus kekerasan seksual yang dialami korban tidak menimbulkan dampak lain.
“Kita bersama rekan-rekan mahasiswa akan kawal terus sampai masalah benar-benar selesai,” ujar Ketua DPM Unima ini.
Ia pun mengimbau seluruh mahasiswa yang menjadi korban untuk tidak takut menyuarakan masalah mereka.
“Jangan takut bicara jangan takut ungkapkan keresahan dari teman-teman, karena jika disimpan terlalu lama akan berakibat fatal,” imbaunya.

Presiden Mahasiswa Unima, Gratio Rondonuwu saat diwawancarai berujar, transparansi terkait proses dari satgas PPKPT menjadi hal vital untuk diketahui.
“Korban mencari validasi akan proses tersebut, sudah sampai di mana laporan kasus kekerasan seksual ini ditindak,” katanya.
Dirinya mendesak agar pihak Unima memberi sanksi yang menimbulkan efek jera bagi pelaku.
“Itu akan berdampak pada pencegahan agar masalah serupa tidak terulang kembali, biar nantinya tidak ada lagi korban-korban selanjutnya,” jelas Gratio.
“Kita tunggu bersama bagaimana hasil dari rekomendasi satgas PPKPT soal masalah ini,” imbuhnya.
Gratio menegaskan, KBM Unima berkomitmen terus mengawal proses tersebut agar korban tetap terjaga dan bisa menadapat kebebasan menempuh pendidikan.
“Semoga keputusan rektor nanti adalah yang terbaik, apa pun rekomendasinya harus oknum dosen bersangkutan harus diberi sanksi maksimal,” sampainya.
Sementara, ketua satgas PPKPT Unima, Dr. Aldjon Dapa, mengatakan pihaknya terus bekerja dengan tidak mengulur waktu dan tanpa intervensi pihak manapun.
“Dalam kasus ini korban mengalami tekanan secara psikologis, dan kami menjaga agar jangan sampai muncul dampak psikologis lanjutan pada korban,” ujarnya.
Aldjon mengklaim, satgas PPKPT menjaminan keamanan identitas korban dan tidak terganggunya proses perkuliahan.
“Kami telah sampai di tahap penetapan rekomndasi yang menjadi akhir dari rumusan tim. Selanjutnya akan ditindak rektor dalam bentuk surat keputusan soal sanksi bagi pelaku,” jelasnya.
“Dalam permen, penanganan terhadap korban sudah jelas, ada jaminan perlindungan karena melapor, itu tanggung jawab satgas,” imbuhnya.
Satgas PPKPT akan mendampingi secara psikologis dan memberikan jaminan pasti terhadap proses akadmeik terus berlangsung dan korban tidak berhubungan dengan pelaku.
Ia menegaskan, pihaknya tetap bekerja secara independen sembari mengedepankan prinsip profesionalisme tanpa intervensi pimpinan.
“Sudah jelas tertera di peraturan menteri soal sanki bagi pelaku, apakah ringan, sedang, atau berat. Kami tidak mendahului, tapi salah satunya sudah dipilih berdasarkan pemeriksaan dan tinggal menunggu keputusan rektor,” papar Dekan FIPP ini.
Dirinya mengapresiasi aksi mahasiswa, yang menurutnya memberi pelajaran bagi semua pihak untuk tidak tutup mata terkait kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Aldjon menekankan agar para korban tidak takut melapor jika mengalami hal serupa.
“Saya mengimbau semua civitas akademika Unima, mari jaga etika dan karakter yang baik demi keamanan dan kenyamanan bersama,” tandasnya.
Diketahui, Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 mengatur bagaimana mencegah, menangani, dan menindaklanjuti berbagai bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, perundungan, diskriminasi, dan kebijakan yang mengandung kekerasan. (JM)
